Tuesday, November 12, 2013
Browse Manual »
Wiring »
berisiko
»
dibandingkan
»
lebih
»
obesitas
»
pada
»
pria
»
wanita
»
Obesitas pada pria lebih berisiko dibandingkan pada wanita
Kendati begitu, Gopinath mengaku tak tahu-menahu apa alasan di balik kondisi ini namun ia berspekulasi hal ini adanya kaitannya dengan pentingnya olahraga bagi remaja laki-laki.
Obesitas pada pria lebih berisiko dibandingkan pada wanita
Sebuah studi yang dipublikasikan dalam American Journal of Adolescent Health, mengungkapkan bahwa kegemukan alias obesitas dapat berakibat pada berbagai gangguan kesehatan seperti penyakit kardiovaskular dan diabetes, apalagi jika telah dialami sejak kecil. Studi tersebuat juga mengungkap bahwa efek negatif tersebut akan lebih terasa bagi anak laki-laki ketimbang anak perempuan. Bagaimana hal itu bisa terjadi?
Dikutip dari zeenews, Selasa (26/2/2013), seorang peneliti dari Westmead Millennium Institute (WMI), Sydney, mengungkapkan bahwa anak laki-laki yang mengalami kegemukan rata-rata memiliki kualitas hidup yang lebih rendah. Tak heran jika kondisi berat badan yang berlebihan di kalangan remaja, terutama pada remaja laki-laki cenderung dikaitkan dengan penurunan kepuasan hidup.
"Kami terkejut ketika menemukan dampak psiko-sosial negatif dari obesitas pada remaja laki-laki ternyata lebih besar daripada remaja perempuan. Pasalnya studi ini menunjukkan bahwa status berat badan yang tak sehat dan lemak tubuh yang berlebihan memberikan dampak negatif terhadap kesejahteraan fisik dan mental remaja, terutama pada remaja laki-laki," kata ketua tim peneliti, Bamini Gopinath.
"Sebaliknya remaja perempuan yang mengalami kelebihan berat badan atau obesitas dalam studi ini memperlihatkan skor kualitas hidup yang tidak jauh berbeda dengan remaja perempuan yang berat badannya normal," tambahnya.
Kesimpulan tersebut diperoleh setelah peneliti melakukan dua studi. Pada studi pertama, peneliti menghitung skor kualitas hidup atau quality of life (QOL) 1.688 remaja dari 21 sekolah di Sydney antara tahun 2004-2005. Dengan rata-rata usia 12,7, setiap partisipan menjalani pengukuran berat badan, tinggi badan, Indeks Massa Tubuh, persentase lemak tubuh dan lingkar pinggang.
Setelah itu, studi dilanjutkan antara tahun 2009-2011 ketika partisipan menginjak usia 17-18 tahun. Dalam studi kedua ini peneliti melakukan pengukuran ulang pada fisik partisipan dan menggunakan kuesioner untuk menilai skor QOL setiap partisipan. Kuesioner tersebut mencakup tiga skor utama: skor QOL total, skor kesehatan fisik dan skor kesehatan psiko-sosial.
Kendati begitu, Gopinath mengaku tak tahu-menahu apa alasan di balik kondisi ini namun ia berspekulasi hal ini adanya kaitannya dengan pentingnya olahraga bagi remaja laki-laki.
"Karena obesitas membuat partisipasi mereka pada olahraga tertentu menjadi terbatas, itu sama halnya dengan memberikan pengaruh negatif terhadap fungsi sosial atau fungsi fisik bagi remaja laki-laki," duga Gopinath
Untuk memperkuat temuan mereka, peneliti juga mengamati perubahan skor QOL partisipan selama lima tahun studi jika partisipan mengalami penurunan berat badan. Hasilnya, kualitas hidup partisipan juga mengalami peningkatan ketika berhasil menurunkan berat badan atau kembali ke berat badan normal. Hal ini pun bisa dilihat dari skor QOL-nya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment